Skip to Content

Lebih dari Sekadar Hafalan

November 19, 2025 by
Lebih dari Sekadar Hafalan
Administrator
| No comments yet


Oleh: M. Ahsanul Umam, S.Pd.I


Seberapa besar tuntutan yang dihadapi generasi penghafal Al-Qur'an saat ini?

Pertanyaan tersebut menjadi refleksi penting bagi dunia pendidikan, khususnya bagi institusi seperti SMPQT Yanbu'ul Qur'an 1 Pati. Visi mencetak huffadz yang tidak hanya fasih melafalkan ayat, tetapi juga tangguh, berakhlak mulia, dan matang emosinya, menuntut pendekatan yang holistik. Di balik tuntutan kurikulum formal yang ketat dan target hafalan yang tinggi, para santri adalah remaja yang bergumul dengan stres, kejenuhan (burnout), dan kecemasan—terutama saat kekhawatiran (dredeg) menghampiri menjelang setoran hafalan.

Dalam pandangan lembaga pendidikan modern, untuk menggapai visi insan kamil (manusia paripurna), pendidikan karakter tidak bisa lagi terjadi secara kebetulan. Hal itu harus menjadi kurikulum yang disengaja.

Jembatan Muhasabah dan Manajemen Diri

Tantangan psikologis santri dipandang sebagai sebuah panggilan ijtihad dalam pendidikan Islam. Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) hadir sebagai metodologi modern untuk menghidupkan kembali tradisi spiritual yang sudah ada: Muhasabah, Sabar, Syukur, Ukhuwah, dan Syura.

Sebagai contoh, saat PSE membahas Kesadaran Diri—kemampuan mengenali emosi. Konsep ini diperkaya oleh Muhasabah (Introspeksi Diri). Allah SWT berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)..." (QS. Al-Hasyr: 18).

Ayat ini adalah perintah eksplisit untuk melakukan evaluasi diri secara mendalam (self-awareness Islami). Santri tidak hanya belajar sadar diri untuk fungsi psikologis yang lebih baik, tetapi juga untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik dan memperbaiki diri.

Lebih lanjut, ketika santri bergumul dengan kesulitan hafalan, di situlah Manajemen Diri bersinergi dengan Sabar dan Syukur. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya adalah baik baginya. Apabila ia mendapatkan kesenangan ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan apabila ia tertimpa musibah ia bersabar, maka itu baik baginya." (HR. Muslim).

PSE menyediakan alat praktisnya (seperti teknik pernapasan untuk mengurangi stres), dan Islam memberikan makna transendental di baliknya: bahwa kesulitan adalah peluang untuk bersabar.

Penegasan Ulama tentang Prioritas Akhlak

Fokus pada kondisi batin ini telah lama menjadi prioritas dalam tradisi Islam. Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, ulama besar yang fokus pada penyucian jiwa (tazkiyatun nafs), menegaskan:

“Ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang keadaan hati, sementara amal yang paling utama adalah menjaga keadaan hati dari hal-hal yang tercela.”

(Qaul ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan spiritual—yang kini disebut PSE—adalah pekerjaan inti seorang Muslim, bahkan melebihi sekadar amal fisik.)

Laboratorium Kehidupan di Asrama

Penerapan "ilmu hati" ini dilaksanakan secara intensif di asrama.

Asrama dilihat sebagai laboratorium kehidupan yang berjalan 24/7. Momen yang berpotensi menjadi sumber konflik diubah menjadi pelajaran berharga.

Keterampilan Berelasi dihidupkan melalui praktik Ukhuwah. Nabi SAW mengajarkan:

"Tidak (sempurna) iman seseorang di antara kamu, sehingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim).

Prinsip ini menjadi panduan saat santri berbagi dalam Lingkar Refleksi Harian setiap malam. Mereka dilatih untuk jujur pada diri sendiri dan membangun empati. Jika santri berhasil menyelesaikan konflik kamar secara damai (melalui Mediator Sebaya), mereka akan lebih siap menyelesaikan konflik di masyarakat.

Pelatihan ini mengajarkan keterampilan Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab yang berlandaskan Syura (musyawarah). Allah SWT memerintahkan musyawarah:

"...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu..." (QS. Ali Imran: 159).

Pentingnya Kesejahteraan Pendidik

Di balik semua program ini, terdapat satu fondasi yang tak tergantikan: kesejahteraan para pendidik.

Tidak mungkin seorang guru yang sedang burnout dapat mengajarkan Manajemen Diri secara efektif. Pendidik yang stres tidak dapat menjadi sosok yang empatik di asrama.

Oleh karena itu, Investasi Kesejahteraan Pendidik adalah langkah fundamental. Guru dan pengasuh rutin mengikuti Halaqah Dukungan Emosional dan dilatih teknik mindfulness. Dengan menjadi model peran yang sehat secara emosional—yang mencerminkan akhlak terbaik Rasulullah SAW—mereka dapat menjadi agen perubahan yang otentik dan penuh empati bagi santri.

SMPQT Yanbu'ul Qur'an 1 Pati bertujuan mencetak huffadz yang tidak hanya menjaga Al-Qur'an di dada, tetapi juga memiliki hati, pikiran, dan jiwa yang tangguh. Inilah langkah menuju pendidikan yang seimbang: membentuk insan kamil—manusia paripurna—yang siap memimpin dengan ilmu, akhlak, dan kecerdasan emosional yang matang.

Lebih dari Sekadar Hafalan
Administrator November 19, 2025
Share this post
Tags
Archive
Sign in to leave a comment